Sebagaimana telah tertulis di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah, berkenaan dengan sebuah perintah yang tidak ada sesuatu pun bisa menggantikannya. Selagi jantung masih berdetup, nafas masih memenuhi rongga dada, setiap manusia wajib mengerjakannya. Ialah shalat, rukun kedua dalam Islam yang dengannya tiang agama didirikan.
Tiada alasan yang bisa menggugurkan kewajiban shalat, selain hanya gugur waktu pengerjaannya pada beberapa keadaan. Dengan shalat itulah iman seorang manusia dapat ditentukan. Bila baik shalatnya, maka insyaAllah akan baik pula perkara-perkara yang lainnya. Tetapi bila buruk shalatnya, sangat berkemungkinan keburukan itu melular pada aspek yang lainnya.
Maka betapa bagus shalatnya Rasulullah, para sahabat, tabi’ia dan ulama. Sungguh sangat jauh bila dibandingkan dengan kita, yang baru sebatas bergerak, berdiri, tunduk dan bersujud. Betapa orang-orang alim seperti benar bertemu dengan Rabbnya di setiap shalatnya. Betapa pemaknaan shalat sungguh merasuk ke jiwanya, tersebab ketika diangkatnya tangan pada takbiratul ihram, saat itu pula dimulainya pertemuan dengan Sang Maha Mulia.
Maka sungguh merugilah orang-orang yang tidak mendapatkan apa-apa dari shalat yang dikerjakannya. Termasuk ganjaran pahala yang sejatinya melekat pada setiap pengerjannya. Penting untuk diketahui oleh kita semua, bahwa ada segolongan manusia yang menjadi sia-sia shalatnya. Ibadahnya hanya menggugurkan kewajibannya, tetapi sama sekali tidak mendapat nilai di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Di antara orang-orang yang sia-sia shalatnya itu ialah para peminum khamar.
Sebagaimana sebuah hadist yang disampaikan oleh Ibnu Umar dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Orang yang meminum khamar, tidak diterima shalatnya selama 40 hari. Siapa yang bertaubat, maka Allah memberi taubat untuknya. Namun bila kembali, hak Allah untuk memberinya minum dari sungai Khabal.” Seseorang bertanya, “Apakah sungai Khabal itu?” Beliau menjawab, “Nanahnya penduduk neraka.”
Khamar ialah minuman beralkohol. Artinya segala bentuk minuman yang mengandung alkohol termasuk ke dalam jenis khamar. Meski kadarnya tidak sampai memabukkan, ianya tetap diharamkan menurut syariat agama Islam.
Pada hadist di atas jelas tertuang sebuah ancaman, bahwa Allah tidak akan menerima shalatnya orang-orang yang masuk ke dalam tubuhnya khamar selama 40 hari. Maka jika bertaubat ia, dengan ke-Maha Pengasih dan Penyayang-Nya, Allah akan menerima pemohonannya. Tetapi bila ia kembali untuk mengerjakannya lagi, betapa siksa sebentuk Khabal siap menantinya.
Sebagian besar ulama berpendapat, kalimat “tidak diterimanya shalat” mengandung makna yang jauh lebih luas dari itu. Bahwa shalat hanya sebagai sebuah kedudukan bila ia merupakan ibadah yang utama. Sebagaimana penjelasan Al-Mubarakfuri, “Penyebutan shalat secara khusus (pada hadits di atas) adalah karena shalat merupakan ibadah fisik yang paling utama. Jika ia tidak diterima, maka ibadah-ibadah yang lain lebih tidak diterima.”
Maka orang yang memasukkan khamar ke dalam tubuhnya berkemungkinan untuk bukan hanya shalatnya saja yang tidak diterima, tetapi juga pada seluruh amal ibadahnya. Sungguh berapa meruginya, hanya tersebab seteguk minuman haram, hancurlah seluruh nilai amalan kita di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Bila tidak diterima selama 40 hari, lantas untuk apa mengerjakannya? Menurut para ulama, makna “tidak diterima” ialah “tidak mendapat pahala.” Sehingga bila si peminum khamar mengerjakan shalat, maka yang didapatnya hanya gugurnya kewajiban saja. Allah tidak akan memberikan kepadanya nilai pahala dari apa yang dikerjakannya. Sebagaimana Imam an-Nawawi menjelaskan, “Makna dari ‘shalatnya tidak diterima’ adalah bahwa shalatnya tidak mendapat pahala meskipun kewajibannya telah gugur…”
Karenanya shalat tetap wajib dilaksanakan untuk menghindari hukuman yang jauh lebih berat lagi. Betapa Allah masih meringankan dengan hanya tak bernilai, sehingga bagi peminum khamar masih berkesempatan untuk tetap mengerjakan sebagai bentuk dari keseriusan memperbaiki diri. Namun bila kembali khamar masuk ke dalam tubuhnya, sungguh hanya Allah yang berhak menentukan sebentuk siksanya kelak di neraka.