Artikel

Bolehkah Advokat Merangkap Jabatan Lain? Begini Penjelasan Hukumnya

Juli 05, 2022
Beranda
Artikel
Bolehkah Advokat Merangkap Jabatan Lain? Begini Penjelasan Hukumnya
Larangan rangkap jabatan advokat merupakan hal untuk mencegah atau menghindari adanya benturan kepentingan.
Larangan rangkap jabatan advokat merupakan hal untuk mencegah atau menghindari adanya benturan kepentingan.

Advokat merupakan sebuah profesi hukum yang bertugas memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan dan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No.18 Tahun 2003 Advokat.

Profesi yang dipandang prestisius dan mulia ini dalam praktiknya ketat dengan kode etik, sehingga mengenai keinginan untuk seorang advokat merangkap jabatan, juga telah diatur oleh undang-undang.  

Profesi hukum merupakan advokat, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), konsultan hak kekayaan intelektual, kurator, hakim, hingga dosen. Profesi hukum tersebut dapat dijalankan secara rangkap, sepanjang tidak ada ketentuan yang melarangnya untuk dijalankan secara rangkap.

Berdasarkan Pasal 20 UU Advokat, dijelaskan bahwa seorang advokat dilarang merangkap jabatan. Hal ini karena ketentuan berikut:

1. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan kepentingan tugas dan martabat profesinya.

2.Advokat dilarang memegang jabatan lain yang meminta pengabdian sedemikian rupa sehingga merugikan profesi advokat atau mengurangi kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya.

3. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi advokat selama memangku jabatan tersebut.

Seorang advokat yang melanggar ketentuan tersebut dinyatakan melanggar kode etik profesi hukum. Advokat dilarang merangkap jabatan sebagai pegawai negeri, hakim, penerjemah tersumpah, dan lain-lain.

Pelarangan ini didasari karena rangkap jabatan advokat merupakan upaya untuk mencegah atau menghindari adanya benturan kepentingan.

Namun, advokat dapat merangkap jabatan sebagai kurator ataupun konsulatan kekayaan intelektual. Dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 18 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Kurator dan Pengurus.

Pasal tersebut menjelaskan bahwa salah satu persyaratan untuk dapat menjadi sebagai kurator adalah orang tersebut harus advokat, akuntan publik, sarjana hukum, atau sarjana ekonomi jurusan akuntansi.

Meski kurator dapat berprofesi sebagai advokat, namun tidak semua jabatan dapat dirangkap oleh kurator. Kurator dilarang merangkap jabatan selain advokat, akuntan, mediator, konsultan hak kekayaan intelektual, konsultan hukum pasar modal, dan arbiter.

Lalu, advokat yang dapat merangkap jabatan sebagai konsultan hak kekayaan intelektual dijelaskan dalam Pasal 3 huruf e Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2005 tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, yang dilarang adalah konsultan hak kekayaan intelektual yang berstatus sebagai pegawai negeri.

Ketentuan larangan advokat merangkap jabatan ini jika dilihat dari UU No. 18 Tahun 2013 tentang Advokat, advokat dilarang berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara yang berarti selain daripada itu, advokat dapat merangkap jabatan lain.

Di beberapa instansi pendidikan, ada beberapa advokat yang merangkap jabatan menjadi dosen. Hal ini dilarang jika advokat yang merangkap dosen di perguruan tinggi negeri tersebut berstatus pegawai negeri, sehingga tidak diperbolehkan.

Profesi advokat lekat dan tidak terlepas dari kode etik yang bernilai moral di dalamnya. Seorang advokat dalam menjalankan tugasnya memiliki hak dan kewajiban yang menyertainya. Hak dan kewajiban advokat adalah menjalankan kode etik advokat dan menjalankan ketentuan sesuai di dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai masing-masing profesi hukum, mengenai boleh atau tidaknya merangkap jabatan di dalam profesi hukum adalah tergantung dari peraturan perundang-undangan.

https://www.hukumonline.com/berita/a/bolehkah-advokat-merangkap-jabatan-lain-ini-penjelasan-hukumnya-lt62b96870c692b/?page=all