Kolom

Hegemoni Kapitalisme Terhadap Pendidikan di Indonesia

Agustus 04, 2023
Beranda
Kolom
Hegemoni Kapitalisme Terhadap Pendidikan di Indonesia
Ngajihukum.com - Belakangan ini, sejumlah orang tua siswa-siswi di Indonesia merasa bingung akan nasib anak-anaknya menuju jenjang pendidikan selanjutnya. Mereka bukan hanya dipaksa untuk melek teknologi untuk mendaftarkan anaknya kesekolah secara online. Mereka juga dipaksa akan keadaan dimana harus melakukan berbagai macam cara agar anaknya bisa diterima masuk kesekolah yang diimpi-impikan. Dimulai dari jalur zonasi, prestasi, afirmasi, hingga jalur perpindahan orang tua. Setiap jenjang pendidikan dari SD hingga SMA negeri mulai menerapkan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara online. Salah satu yang menjadi permasalahan besar ialah jalur zonasi. Akibat sistem ini sejumlah anak-anak atau calon siswa yang berasal dari pelosok desa terancam tidak bisa masuk kesekolah yang selama ini diimpikannya.

Memang, sejak negara ini dilanda pandemik covid 19 kemarin, babak baru dunia digital telah dimulai bahkan pada sistem pendidikan sekalipun. Dari sistem pembelajaran secara daring, kegiatan wisuda yang secara online, pembelanjaan secara online hingga persidangan dilingkungan peradilan pun harus secara online. Kita semua pada akhirnya dipaksa untuk melek teknologi.

Kebijakan soal PPDB ini diatur oleh Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 01 tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan atau biasa disebut Permendikbud 01/2021. Berdasarkan permendikbud ini, pada dasarnya PPDB ialah penerimaan peserta didik baru yang mencangkup dari siswa pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga sekolah menengah kejuruan.

Penerimaan peserta didik baru bisa diambil dari jalur zonasi, afirmasi, prestasi, hingga perpindahan tugas orang tua siswa. Jalur zonasi sendiri bisa diambil 50℅ dari data tampung setiap sekolah dimana peruntukannya untuk calon siswa-siswi yang rumahnya dekat dengan sekolah tersebut. Sedangkan jalur afirmasi memiliki kuota paling sedikit 15℅, jalur perpindahan orang tua paling banyak 5℅, dan apabila dirasa masih memiliki kuota maka bisa menggunakan jalur prestasi.

Pemerintah Indonesia yakni Kemendikbud memiliki tujuan dimana maksud pada penerapan sistem PPDB ini untuk menghilangkan stigma sekolah favorit dan non favorit. Setiap anak Indonesia memiliki kesempatan untuk bisa sekolah di sekolah yang mereka impikan. Kemendikbud berupaya untuk menghilangkan kastanisasi dan pemerataan kualitas sekolah. Tujuan ini sebetulnya sangat luar biasa, dimana pendidikan merupakan hak dasar setiap warga negara, dan pemerintah dalam hal ini memiliki kewajiban untuk memberikan hak pendidikan yang merata bagi setiap warga negaranya.

Namun dalam realitasnya, penerapan sistem PPDB ini justru terdapat banyak ketidakadilan yang semakin hari semakin banyak dipertontonkan. Hal ini tentu disebabkan karena implementasi penerapan sistem PPDB tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pada praktiknya, sistem PPDB ini justru melahirkan budaya korupsi berjamaah. Seperti pihak orang tua yang memalsukan dokumen persyaratan siswa, pemerintah daerah atau setempat yang memfasilitasi, hingga pihak sekolah yang menerima dan meloloskan siswa tersebut dengan berbagai macam siasat. Sistem PPDB ini telah mampu melahirkan budaya jual beli bangku siswa sekolah oleh oknum sekolah, dan secara tidak langsung telah membunuh cita-cita anak bangsa yang memiliki keinginan untuk masuk kesekolah yang diimpi-impikan.

Kemudian, sejak diterapkannya aturan mengenai PPDB ini, tak sedikit dari sekolah swasta di Indonesia yang mengalami kemerosotan pada jumlah siswa baru. Sekolah swasta hanya menjadi muntahan bagi siswa-siswi yang gagal masuk di sekolah negeri. Maka dengan demikian, setiap sekolah swasta juga kerap kali melakukan inovasi strategi dalam merekrut calon siswa-siswinya termasuk melakukan sosialisasi demi terpenuhinya kapasitas siswa-siswi yang diinginkan. Jika hal tersebut tidak dilakukan oleh sekolah swasta, maka tidak menutup kemungkinan sekolah swasta terancam bangkrut. Padahal hadirnya sekolah swasta di Indonesia merupakan bentuk dari kemerdekaan belajar. Bahkan sejak dahulu, sekolah swasta telah lebih dulu berdiri dibandingkan dengan sekolah negeri. Hadirnya Muhamadiyah dan NU merupakan representasi dari kemerdekaan pendidikan di Indonesia yang telah membantu warga negara untuk memperoleh pendidikan secara merata. Sekolah swasta telah mampu menjadi wadah kebebasan berpikir dan cara belajar yang terbilang cukup inovatif dibandingkan dengan sekolah negeri yang terkesan kaku dan statis. Untuk itu sekolah swasta telah membuktikan keterlibatannya terhadap pemerataan akses pendidikan anak bangsa. Penerapan aturan PPDB telah banyak melahirkan kecurangan-kecurangan dalam implementasinya. Mulai dari konspirasi pihak wali murid dengan sekolah yang memanipulasikan data kependudukan, jual beli bangku oleh oknum sekolah atau korupsi berjamaah, hingga terancam bangkrutnya sekolah swasta akibat tidak lagi diminati, dan masih banyak lagi permasalahan yang akan timbul akibat peraturan PPDB ini.

Seandainya penerapan sistem PPDB diimplementasikan dengan baik, saya pikir pemerataan pendidikan terhadap anak bangsa benar-benar akan terwujud. Negara telah berhasil memberikan hak dasar setiap warga negara yaitu dengan memenuhinya akses pendidikan bagi setiap warga negaranya. Namun dalam kenyataannya, sistem PPDB ini justru telah menciptakan sikap oportunis bagi setiap pihak yang terlibat dalam penerapan sistem PPDB. Pemerintah tidak boleh diam dengan situasi ini, sudah seharusnya pemerintah membentuk tim khusus untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan terhadap penerapan PPDB. Baik pihak kepala sekolah yang secara jelas melakukan jual beli bangku, atau pihak pemerintah setempat yang membantu memanipulasi data, bahkan pihak orang tua murid yang melakukan segala cara demi anaknya bisa diterima disekolah tersebut. Semua pihak yang terlibat konspirasi busuk tersebut harus ditindak secara tegas dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Sudah seharusnya pemerintah Indonesia berbenah terhadap sistem pendidikan di negeri ini. Bukan hanya soal peraturan PPDB, namun pemerintahan juga harus membenahi sistem pendidikan hingga kehilirnya. Mulai dari perubahan akan regulasinya bahkan perubahan akan kurikulum pembelajarannya, hal tersebut harus segera diubah dan diganti dengan model pembelajaran yang dinamis. Sistem pendidikan di Indonesia pada dasarnya hanya memberikan siswa-siswi memiliki watak yang utilitarian dimana disesuaikan dengan kebutuhan dunia industri, hal tersebut tentu sangat menguntungkan kaum kapitalis. Maka tidak heran jika saat ini telah banyak bermunculan jurusan teknik industrial dengan segala keanekaragamannya dimana sejatinya sesuai dengan permintaan pasar yang secara jelas telah memperpanjang nafas kaum kapitalis.

Kemampuan siswa-siswi kita hari ini hanya mengetahui pengetahuan yang bersifat teknis ketimbang pengetahuan yang bersifat koheren. Situasi seperti ini telah masuk mendoktrin setiap anak bangsa dan pemerintah terhadap dunia pendidikan sejak lama. Akibatnya banyak anak bangsa kita hari ini yang justru memiliki jiwa pemuja karir dibandingkan dengan semangat kritis terhadap personalan negeri. Maka dengan demikian, fungsi pendidikan kita hari ini dan mendatang hanya sebagai sarana untuk memproduksi tenaga kerja baru dan memperpanjang tindakan penindasan masyarakat bawah (proletar). Atas semua fenomena ini maka jelas yang diuntungkan dan menang ialah kaum kapitalis. Kapitalisme sebagai ideologi pemikiran telah berhasil merasuki sistem pendidikan bangsa melalui hegemoni. Kaum kapitalis telah mampu menidurkan kesadaran masyarakat dimana hal tersebut dilakukan agar setiap penindasan tetap berlangsung. Pendidikan yang kita saksikan hari ini baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi tidak lagi mengembangkan semangat belajar, melainkan hanya akan menjadi pelayan kapitalis. Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan,  semangat anti korupsi, dan perlawanan terhadap ketidakadilan sulit untuk ditemukan. Jika kondisi ini terus menerus dibiarkan, maka selamanya sistem pendidikan di negeri ini hanya akan berjalan stagnan. Kondisi seperti ini jelas akan terus melahirkan generasi yang lemah dan cengengcengeng. Dan secara nyata telah menghancurkan kemerdekaan anak bangsa terhadap pendidikan di Indonesia.