Kolom

Bayang-bayang Feodalisme

Agustus 10, 2023
Beranda
Kolom
Bayang-bayang Feodalisme
Ngajihukum.com - Diakui atau tidak, praktik feodalisme yang kuno masih terus berlangsung sekalipun bangsa ini telah merdeka dan perjuangan penghapuskan kelas. Feodalisme terus menjadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan, ia telah masuk menggerogoti seluruh sendi kehidupan kita. Feodalisme menjadi salah satu kebiasaan yang nampak nyata dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk pada pemerintahan Indonesia saat ini. 

Feodalisme sendiri merupakan sebuah sistem sosial-politik dimana salah satu cirinya ialah menempatkan pembagian kekuasaan secara hierarki. 

Di Indonesia, sistem feodalisme telah lama berkembang sejak zaman kolonialisme hingga sekarang. Saat ini struktur feodalisme yang tampak nyata ialah dimana setiap pemimpin negeri berusaha untuk mewarisi kekuasaannya pada anak dan orang-orang pilihannya. Seperti yang dilakukan oleh mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Megawati Soekarnoputri.  Ketigannya saling berlomba menempatkan keluarga serta orang-orang terdekatnya untuk bisa mewarisi kekuasaan. Akibatnya, kita sebagai rakyat Indonesia bukan hanya terkunci pada sekumpulan oligarki semata, melainkan juga oleh oligarki primordial. 

Pada 2018 silam, Presiden Jokowi pernah mengatakan bahwa hingga saat ini anak-anaknya tidak pernah tertarik dengan dunia politik. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan jika suatu saat anak-anak Presiden Jokowi berpindah haluan. Ia menegaskan akan memberikan kebebesan penuh kepada anak-anaknya untuk memilih jalan hidupnya. 

Dalam kenyataannya, saat ini anak-anak dari Presiden Jokowi hingga menantunya justru telah menduduki jabatan kepala daerah. Gibran Raka Buming Raka menjadi Walikota Solo, Bobby Nasution menjadi Walikota Medan, dan yang terakhir Kaesang Pangarep yang maju menjadi calon Walikota Depok. 

Presiden Jokowi merupakan Presiden pertama di Indonesia yang memiliki anak dan menantu seorang Walikota. Yang menjadi pertanyaan bagi kita sebagai rakyat, apakah keluarga Jokowi tersebut bersungguh-sungguh membangun kekuasaan untuk kepentingan rakyat atau hanya menjaga struktur feodalisme semata? 

Lebih lanjut, Presiden Jokowi juga baru-baru ini tengah mengundang beberapa pimpinan partai dan redaksi di istana negara. Dalam agenda tersebut dikenal dengan Jokowi cawe-cawe. Ambisi seorang Jokowi pada agenda tersebut untuk memastikan presiden selanjutnya agar mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Niatnya sungguh mulia, namun cara yang dilakukan oleh Jokowi ini justru tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi. Jokowi juga menjadi salah satu Presiden setelah SBY yang turun langsung berkampanye menyiapkan penggantinya yang dianggap sejalan dengan dirinya. Jika negara secara tegas membuktikan ketidaknetralannya terhadap pemilu mendatang,  maka demokrasi pada pemilu 2024 nanti juga patut dipertanyakan soal kredibilitas, keadilan dan keterbukaannya. 

Ciri lain dari praktik feodalisme di rezim Jokowi ini ialah dengan munculnya fanatisme pendukung dari gerakan pro pemerintah. Dimana dalam kenyataannya mereka seolah-olah telah menempatkan seorang pemimpin sebagai raja, sakral, bahkan Tuhan. Presiden tidak memiliki suatu kesalahan dalam setiap kebijakannya. Praktik seperti ini juga telah membungkam setiap kritik yang berkembang pada rakyatnya. Demokrasi seakan-akan telah dipreteli kesuciannya. Memotong suara-suara kritis yang terdengar dari jeritan rakyat dan menempatkan seorang pemimpin sebagai raja atau bahkan Tuhan yang tidak memiliki kesalahan sedikitpun. 

Kondisi seperti ini yang justru terus melahirkan dinasti politik secara terus menerus. Menempatkan orang-orang pilihan dan keturunannya untuk mewarisi kekuasaan. Menutup akses bagi calon pemimpin lainnya selain orang-orang dilingkungannya dan merusak kebebasan demokrasi bangsa yang telah lama menjadi kemerdekaan bagi setiap warga negara. 

Sudah seharusnya kita sebagai masyarakat melek akan kekacauan fenomena tersebut. Sudah saatnya masyarakat harus cerdas dalam memilih calon pemimpin nanti di pemilu 2024 mendatang. Pemimpin yang siap mengatasi segala masalah saat ini.Pemimpin yang siap untuk di kritik dan dievaluasi setiap kebijakan dan kinerjanya. Bukan pemimpin yang hanya berorientasi pada kepentingan golongannya saja. Bukan pemimpin yang dikelilingi kaum-kajm feodal yang membela kegagalannya dan membungkam kebebasan kritik rakyatnya. 

Karena pada dasarnya kekuasaan yang dipegang oleh setiap pemimpin nanti merupakan sebuah mandat rakyat yang menaruhkan segala harapannya demi bangsa dan negara yang lebih baik. Setiap pemimpin harus mampu menjaga kepercayaan yang telah rakyat berikan untuk menciptakan keadilan, kesejahteraan dan menjaga kesucian demokrasi dari sistem feodalisme yang terkutuk. 






Penulis : Teja Subakti (Ketua Trafalgar Law Office)