berita

Pasal Penghinaan Presiden Diubah di Draf Terbaru RKUHP: Ancaman Penjara Berkurang

Desember 05, 2022
Beranda
berita
Pasal Penghinaan Presiden Diubah di Draf Terbaru RKUHP: Ancaman Penjara Berkurang
Pasal Penghinaan Presiden Diubah di Draf Terbaru RKUHP: Ancaman Penjara Berkurang

Pemerintah merevisi Pasal 218 tentang penghinaan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden di dalam draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Kini jika melakukan penghinaan, pelaku hanya dikenakan ancaman hukuman tiga tahun penjara.

Pada draf RKUHP pada 4 Juli 2022, ancaman pidana penjara tertulis 3 tahun 6 bulan. Sedangkan, draf RKUHP 9 November 2022 terbaru, ancaman pidana berkurang menjadi 3 tahun.

"Ancaman pidana penjara Pasal 218 menjadi 3 tahun (empat kali lipat pidana pencemaran terhadap orang)," tulis keterangan di draf RKUHP terbaru yang dilihat Rabu (9/11).

Selain itu, pada draf terbaru ada penambahan penjelasan dengan kata unjuk rasa pada ayat 2 Pasal 218. Hal itu untuk memastikan bahwa pemerintah tidak membatasi kebebasan berpendapat.

"Misalnya tambahan penjelasan itu bahwa penyerangan harkat dan martabat itu yang dimaksudkan adalah menista atau memfitnah. Kemudian di situ dikatakan juga bahwa pasal ini tidak dimaksudkan untuk menghalangi kebebasan berpendapat, kebebasan berdemokrasi, kebebasan berekspresi yang diwujudkan antara lain dalam unjuk rasa," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej saat rapat bersama Komisi III DPR, Rabu (9/11).

"Jadi pemerintah ingin menyatakan dalam penjelasan itu bahwa sebetulnya unjuk rasa itu tidak menjadi persoalan, tidak menjadi masalah. Makanya mengapa kami bunyikan, kalau dia menyampaikan ekspresi atau pendapatnya dalam bentuk unjuk rasa sebagai sesuatu yang tidak ada masalah," tutup Edward.

Berikut bunyi Pasal 218 RKUHP pada draf RUU KUHP 9 November 2022:

Pasal 218

(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.

(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

Penjelasan

Yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri” merupakan merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista atau memfitnah.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “dilakukan untuk kepentingan umum” adalah melindungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, misalnya melalui unjuk rasa, kritik, atau pendapat yang berbeda dengan kebijakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Dalam negara demokratis, kritik menjadi hal penting sebagai bagian dari kebebasan berekspresi yang sedapat mungkin bersifat konstruktif, walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan, kebijakan, atau tindakan Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Pada dasarnya, kritik dalam pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. 


Sumber: